Oleh :
Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM (LRC-KJHAM)
Jl. Panda Barat III No.1 Semarang Telp./Fax (024) 6723083
Dalam rangka :
Memperingati 10 Desember Sebagai Hari HAM Internasional
“Lambannya Perlindungan Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan”
Dalam rentang waktu 12 bulan (November 2008 – Oktober 2009), LRC-KJHAM Semarang mencatat 614 kasus Kekerasan terhadap Perempuan yang terjadi di Jawa Tengah yang bersumber dari pengaduan kasus ke LRC-KJHAM (104 kasus) dan pemberitaan kasus di 5 media massa yaitu Kompas, Suara Merdeka, Jawa Pos, Wawasan dan Solo Pos (510 kasus). Dari 614 kasus kekerasan yang tercatat terdapat 1091 perempuan korban. Mereka mengalami penderitaan fisik, psikis, seksual, serta perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang bahkan kematian. Dari 1091 perempuan korban, tercatat 48 korbannya meninggal dunia akibat sadisnya kekerasan yang dialami seperti dibunuh, ditusuk, dibakar, diracun serta akibat dari lemahnya perlindungan hak korban dari Pemerintah.
Dari 614 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Jawa Tengah, kasus terbanyak adalah kasus perkosaan dengan jumlah 210 kasus, 338 pelaku, 232 korban dan 5 korbanya meninggal dunia karena disiksa dan dibunuh setelah diperkosa. Kasus kedua terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga / KdRT yaitu 149 kasus, 149 pelaku, 149 korban dan 16 korbannya meninggal. Kasus ketiga terbanyak adalah kasus kekerasan dalam pacaran /KdP yaitu 101 kasus, 126 pelaku, 119 korban dan 13 korbannya meninggal. Kasus keempat adalah kasus kekerasan atau pelanggaran terhadap perempuan prostitute, tercatat 71 kasus dengan 434 korban. Kasus kekerasan terhadap prostitute paling banyak dilakukan oleh aparat pemerintah seperti Satpol PP, kepolisian, serta dinas pemerintah dan masyarakat. Kasus kelima adalah kasus pelanggaran hak buruh migrant perempuan / TKW, tercatat 44 kasus dengan 77 korban dan 14 korbannya meninggal. Kasus keenam adalah kasus perdagangan perempuan, tercatat 23 kasus, 54 pelaku dan 59 korban. Kasus ketujuh adalah kasus pelecehan seksual, tercatat 16 kasus, 21 korban dan 22 pelaku.
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan yang terjadi pada tahun 2009 di Jawa Tengah meningkat sebesar 37,7% dari kasus yang tercatat pada tahun 2008 (2008 : 383 kasus, 2009 : 614 kasus). Kasus perkosaan misalnya meningkat 44,3 % dari tahun 2008 (2008 : 17 kasus, 2009 : 210 kasus). Jumlah perempuan korban kekerasan yang meninggal pun meningkat, dari 38 perempuan korban yang meninggal pada tahun 2008 menjadi 48 perempuan yang meninggal pada tahun 2009.
Dari 35 Kabupaten /Kota di Jawa Tengah, Kota Semarang tercatat sebagai daerah dengan kasus Kekerasan terhadap Perempuan terbanyak /paling tinggi yaitu 120 kasus, kemudian Kota Surakarta tercatat 30 kasus, dan Kabupaten Kendal 26 kasus. Kota Semarang mengalami peningkatan kasus sebesar 23% dari tahun 2008 dan Kota Surakarta mengalami peningkatan kasus 20% dari tahun 2008.
Selanjutnya dari 614 kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat pada tahun 2009 di Jawa Tengah, baru 22 kasus yang telah divonis Pengadilan Negeri. Kabupaten Wonogiri tercatat sebagai daerah dengan jumlah kasus terbanyak yang telah di vonis oleh Pengadilan Negeri yaitu 6 kasus, dilanjutkan Kabupaten Purworejo tercatat 4 kasus yang telah divonis Pengadilan Negeri, kemudian Kota Surakarta tercatat 3 kasus yang telah di vonis Pengadilan Negeri. Kota Semarang yang tercatat sebagai daerah dengan kasus kekerasan terhadap perempuan terbanyak di Jawa Tengah hanya tercatat 2 kasus saja yang telah divonis Pengadilan Negeri. Vonis tertinggi untuk pelaku kekerasan terhadap perempuan adalah 14 tahun penjara untuk kasus perkosaan di Pengadilan Negeri Surakarta, sedangkan vonis terendah adalah percobaan yaitu hukuman penjara 6 bulan dengan masa percobaan 3 bulan untuk kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Banyumas.
Fakta-fakta tersebut diatas menunjukkan semakin meluasnya bentuk-bentuk penyerangan kepada perempuan berdasarkan jenis kelamin /seksualitas dan peranan setereotype perempuan baik yang dilakukan negara, kelompok masyarakat dan perorangan yang didukung dengan rendahnya perlindungan hokum kepada perempuan korban sebagimana terlihat pada kecilnya kasus /pelaku yang berhasil di ajukan ke persidangan di pengadilan untuk mendapatkan hukuman, sehingga menimbulkan hambatan structural yang besar bagi upaya-upaya perlindungan dan penegakan hak-hak asasi perempuan khususnya perempuan korban kekerasan berbasis gender di Jawa Tengah.
Meskipun Pemerintah Propinsi Jawa Tengah telah menjalankan berbagai tindakan untuk mendorong pemajuan pemenuhan dan penikmatan hak asasi perempuan korban kekerasan melalui perwujudan Pusat Pelayaan Terpadu dan Peraturan Daerah No.3 tahun 2009 tentang tentang Penyelenggaraan Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak, namun belum mampu menghapuskan hambatan-hambatan structural, seperti praktek diskriminasi oleh aparat penegak hokum; terbatasnya produk, fasilitas dan layanan PPT; kualitas layanan yang tidak mengacu pada standart tertinggi untuk realisasi penuh hak korban; rendahnya dukungan dan status kebijakan; alokasi anggaran yang rendah; korupsi; buruknya koordinasi kewenangan antar instansi dan kebijakan-kebijakan yang tidak pro perempuan atau netral gender yang masih dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah seperti Perda No. 10 tahun 2009 tentang Jaminan Kesehatan Daerah.
LRC-KJHAM memandang bahwa masalah-masalah structural tersebut terjadi karena strategi pemajuan realisasi hak asasi perempuan di Jawa Tengah tidak dikaji dan dikembangkan berdasar kerangka hokum HAM internasional dan Nasional seperti Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan /CEDAW, Konvensi Hak Sipil dan Politik /ICCPR dan Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya /ICESCR yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No.7 /1984, UU No. 11/2005 dan UU No.12/2005, sehingga upaya-upaya yang dilakukan belum mampu menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan termasuk kekerasan atau belum mampu meningkatkan kemajuan penikmatan hak asasi oleh perempuan khususnya perempuan korban kekerasan berbasis gender di Jawa Tengah.
Melalui hari Internasional Hak Asasi Manusia 10 Desember 2009, LRC-KJHAM mengingatkan kembali kewajiban dan tanggungjawab negara terhadap pelaksanaan perlindungan hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia khususnya hak asasi perempuan korban kekerasan berdasar standart tertinggi untuk realisasi penuh hak asasi korban. Oleh karena itu LRC-KJHAM Semarang mendesak Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten /Kota di Jawa Tengah untuk ;
1. Segera mengkaji dan mengembangkan kebijakan pemajuan realisasi hak asasi perempuan korban kekerasan berbasis gender berdasar instrument hokum HAM internasional dan nasional
2. Mengambil tindakan tepat dan kuat untuk realisasi /perwujudan SDM, fasilitas dan layanan PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) agar mampu berfungsi untuk realisasi penuh hak korban berdasar standart tertinggi
3. Mengalokasikan anggaran public yang memedahi untuk mendukung realisasi penuh hak asasi perempuan korban kekerasan berbasis gender berdasar standart tertinggi di Jawa Tengah
4. Mendorong peningkatan dukungan status kebijakan setingkat Peraturan Daerah di Kabupaten /Kota di Jawa Tegah untuk menjamin dan memastikan setiap hak dapat dinikmati dan digunakan perempuan korban kekerasan berbasis gender di Jawa Tengah
5. Mengkaji dan mengamandemen peraturan kebijakan yang mendiskriminasikan perempuan termasuk kebijakan netral gender baik yang dikeluarkan Pemerintah Propinsi maupuan Kabupaten /Kota di Jawa Tengah
6. Mendorong integrasi analisis gender dan hak asasi manusia ke dalam dokumen-dokumen perencanaan pembangunan untuk menghapus diskriminasi atau kesenjangan kesejahteraan yang dialami perempuan melalui realisasi hak asasi yang adil sebagai cara untuk mengurangi kerentanan – penyerangan kepada perempuan di Jawa Tengah.
Semarang, 10 Desember 2009
Legal Resources Center untuk
Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia /LRC-KJHAM Semarang
Evarisan, SH, MH
Direktur
[15.47
|
0
komentar
]
0 komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar di blog LRC-KJHAM Semarang