No. : 148/SK/LRC-KJHAM/ VII/2009
Sifat : Mendesak
Hal : Desakan untuk Mengambil Alih Pemeriksaan Perkara Pujiono (TSK Pencabulan terhadap Anak dengan Modus Kawin Siri)
Kepada
Yth. Kapala Kejaksaan Agung Republik Indonesia
di
Jakarta
Dengan Hormat,
Perkenalkan kami dari Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), sebuah NGO’s yang concern pada isu penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Perempuan dan Anak khususnya di Jawa Tengah.
Sebelumnya pada tanggal 19 Maret 2009 kami pernah mengirimkan surat tembusan terkait dukungan kami terhadap upaya konkrit yang telah dilakukan Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang yang telah berani menindak tegas tersangka mengawini anak dibawah umur (Sdr. Pujiono CW) dan atau pencabulan terhadap anak sebagaimana telah diatur oleh UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan terhadap Anak.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka kami sangat menyayangkan apa yang telah dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Ambarawa yang tidak mengabulkan permohonan perpanjangan penahanan terhadap sdr. Pujiono. Padahal sebagai salah satu aparat penegak hukum seharusnya Kejaksaan Negeri Ambarawa mendukung upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Polwiltabes yakni dengan melakukan penahanan terhadap tersangka. Dengan penahanan TSK tersebut, aparat penegak hukum lebih leluasa untuk memeriksa korban (LU 12 tahun), tanpa dihalang-halangi TSK sebagaimana yang terjadi selama ini.
Perlu kami sampaikan pula bahwa berdasarkan Rekomendasi Umum PBB No. 19 Tentang Kekerasan terhadap Perempuan, bahwa Negara peserta harus mengambil tindakan hukum yang efektif, termasuk sanksi pidana untuk melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan. Artinya langkah hukum yang telah dilakukan adalah dalam rangka memenuhi mandate dari Rekomendasi tersebut.
Dalam Deklarasi Wina 1993 juga telah ditegaskan pula, bahwa negara peserta diwajibkan untuk menghapus hukum-hukum dan regulasi yang berlaku dan untuk menghapuskan adat istiadat/ kebiasaan dan praktik-praktik yang mendiskriminasikan dan menimbulkan kerugian terhadap anak perempuan.
Dan di dalam Deklarasi tersebut telah pula disepakati, bahwa batas usia minimum untuk perkawinan adalah 18 tahun. Dengan pertimbangan bahwa sejak perempuan dan laki-laki menikah dia dibebani berbagai tanggung jawab penting, maka perkawinan dilarang sebelum mereka mencapai usia dewasa sepenuhnya dan kemampuan bertindak. Serta menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) pada saat anak perempuan memasuki perkawinan di bawah usia menikah dan memiliki anak, akan berdampak buruk pada kesehatan dan pendidikannya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka kami mendesak Kejaksaan Agung untuk:
1. Memeriksa Kejaksaan Negeri Ambarawa terkait penolakan perpanjangan penahanan yang diajukan oleh Kepolisian;
2. Segera memerintahkan Kejaksaan Tinggi untuk mengambil alih pemeriksaan kasus;
3. Mengawasi dan memastikan setiap proses pemeriksaan bertujuan untuk menegakkan hukum dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia khususnya Hak Asasi Anak;
4. Mengabulkan perpanjangan penahan terhadap TSK yang diajukan oleh pihak Polwiltabes Semarang;
5. Melakukan /mencari terobosan-terobosan hukum untuk memastikan bahwa pelaku perkawinan dengan anak-anak dalam hal ini TSK untuk dapat dibawa dan diadili dalam persidangan yang kompeten serta untuk melindungi hak-hak anak;
6. Segera memerintahkan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah untuk melimpahkan berkas berkara ke Pengadilan Negeri Ungaran.
Demikian desakan ini kami sampaikan, demi tegaknya Hukum yang berbasiskan pada pemenuhan HAM dan perlindungan terhadap Anak-anak Indonesia . Atas perhatian dan kepeduliannya kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami
Evarisan, SH., MH
Direktur
Tembusan
1. Ketua Mahkamah Agung RI
2. Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah
3. Ketua Pengadilan Negeri Ungaran
4. Jaksa Agung RI
5. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah
6. Kepala Kejaksaan Negeri Ambarawa
7. Kepala Kepolisian RI
8. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah
9. Arsip
[18.08
|
0
komentar
]
0 komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar di blog LRC-KJHAM Semarang