| 1 komentar ]

JARINGAN PEDULI PEREMPUAN DAN ANAK (JPPA) JAWA TENGAH

LRC-KJHAM; LBH APIK Semarang; Yayasan SETARA; KPI Jawa Tengah; PERISAI; LBH SEMARANG; PBHI Jawa Tengah; AJI Semarang; PMII Jawa Tengah; LKKNU; SUBUM Kendal; PUSPAHAM Jateng; SPEK-HAM; LSM Sahabat Perempuan


SURAT TERBUKA
012/SK-JPPA/VII/2009

DUKUNGAN UNTUK PROSES HUKUM
TERHADAP PELAKU PERNIKAHAN ANAK

Bahwa penyidik dari Polwiltabes Semarang, pada hari Selasa tanggal 14 Juli 2009 bermasud untuk meminta keterangan LU (13 tahun), anak perempuan yang menjadi korban pernikahan terhadap anak yang diduga dilakukan oleh Pudjiono. Pada awal kedatangannya, penyidik menemui LU di rumah orang tuanya di Bedono, dari keterangan orang tua LU, LU berada di rumah Pudjiono yang sekaligus Pondok Pesantren Miftahul Jannah.

Bahwa saat itu penyidik berinisiatif untuk meminta keterangan LU di kantor polisi kalaupun berhalangan karena Pudjiono beralasan LU sedang sakit akibat operasi daging tumbuh/ sejenis kutil di kakinya, pihak penyidik berinisiatif untuk memintai keterangan LU di rumah kediamannya atau di tempat LU berada, dan itupun dipersiapkan secara matang oleh penyidik dengan membawa peralatan untuk proses penyidikan dan mengajak serta Konselor dan Pekerja Bantuan Hukum dari LRC-KJHAM untuk mendampingi LU saat pemeriksaan (berdasarkan surat permohonan dari Polwiltabes Semarang No. R/145/VII/2009/Wiltabes tertanggal 12 Juli 2009), apabila memang harus dilakukan dilakukan di rumah LU maupun di rumah Pudjiono.

Bahwa upaya penyidik mendapat penolakan keras dari Pudjiono, dengan alasan bahwa LU masih dalam kondisi sakit setelah menjalani operasi, Pudjiono meminta pemeriksaan ditunda pada hari Jum’at tanggal 17 Juli 2009 karena hari Rabu tanggal 15 Juli 2009 LU harus datang lagi ke dokter untuk mengganti perban. Beberapa saat kemudian Pengacara Pudjiono, Novel Al Bakri dan Agus Jaya Astra memperlihatkan SMS dari Ketua LSM Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS ANAK) Seto Mulyadi (Kak Seto) yang intinya “agar tidak dilakukan pemeriksaan dulu sebab LU sedang sakit”. Penolakan untuk dilakukannya pemeriksaan terhadap LU tidak hanya dilakukan melalui pengacaranya, tetapi Pudjiono juga berupaya untuk mengumpulkan santri, karyawan dan keluarganya untuk menghalang-halangi penyidik yang berusaha membujuk LU agar bersedia untuk dimintai keterangan saat itu juga di rumah kediaman Pudjiono.

Bahwa penyidik yang semula hanya berniat untuk meminta keterangan LU sebagai saksi korban dalam perkara pernikahan terhadap anak yang diduga dilakukan oleh Pudjiono, karena mendapat tekanan dan desakan penolakan dari Pudjiono yang juga dilakukan dengan memanggil dan mengumpulkan santri serta karyawannya untuk menghalang-halangi penyidik, akhirnya pada hari Selasa tanggal 14 Juli 2009, pukul 17.30 WIB penyidik melakukan tindakan tegas dengan menangkap kembali Pudjiono. Penangkapan tersebut dilakukan karena Pudjiono sebagai seseorang yang seharusnya menjadi orang yang bertanggungjawab terhadap LU tidak kooperatif dan melakukan upaya untuk menghalang-halangi proses penyidikan, padahal sampai saat ini Pudjiono masih dalam status tahanan kota yang wajib lapor (sejak penangguhan sampai saat itu tidak pernah menjalankan kewajiban wajib lapor, bahkan berniat untuk pergi Umroh).

Bahwa pada saat kejadian tersebut ratusan santri dan karyawan Pudjiono telah melakukan penyerangan dan pengrusakan dengan menggunakan batu dan lain-lain, terhadap mobil (Suzuki Karimun) yang ditumpangi penyidik dari Unit Penanganan Perempuan dan Anak (PPA) Polwiltabes Semarang beserta Konselor/ PBH dari LRC-KJHAM, dalam kejadian tersebut mobil milik Kanit PPA mengalami rusak berat dan salah satu Konselor/ PBH dari LRC-KJHAM mengalami luka-luka di tangan akibat hantaman batu yang menghancurkan kaca mobil yang ditumpanginya.

Bahwa tindakan penyidik Polwiltabes Semarang untuk menangkap kembali Pudjiono diharapkan dapat membantu berjalannya proses penyidikan, tetapi proses penahanan tersebut dikawatirkan terhambat, karena sampai saat ini Kejaksaan Negeri Ambarawa belum mengabulkan perpanjangan penahanan untuk kepentingan penyidikan (Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981/ KUHAP) yang telah diajukan oleh penyidik Polwiltabes Semarang. Hal tersebut akan berpotensi menimbulkan hambatan terhadap upaya-upaya penyidik yang selama ini telah dilakukan selama proses penyidikan untuk mengungkap perkara pernikahan terhadap anak yang diduga dilakukan oleh Pudjiono.

Bahwa fakta-fakta tersebut menjadi keprihatinan beberapa lembaga/ organisasi sosial masyarakat yang konsern terhadap perempuan dan anak di Jawa Tengah yang tergabung dalam Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jawa Tengah. Proses hukum yang berjalan sejak 28 Oktober 2008 terhadap perkara pernikahan terhadap anak, yang menempatkan anak (LU) dalam kondisi terekspolitasi secara seksual sebagaimana diatur dalam Pasal 81, Pasal 82 dan Pasal 88 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, telah mengakibatkan LU menjadi semakin tertekan secara psikologis karena upaya beberapa pihak yang berupaya untuk menghambat proses hukum tanpa mempertimbangkan pendapat anak. Ditambah lagi ada beberapa pihak yang melakukan upaya-upaya eksploitasi melalui pemberitaan media yang mempertunjukkan seolah-olah LU menerima perkawinan sirri dan poligami terhadap dirinya.

Bahwa dengan mempertimbangkan Rekomendasi Komite Hak Anak PBB sehubungan dengan Pasal 2 Konvensi Hak Anak, menyerukan Negara-Negara untuk mengakui prinsip persamaan di muka hukum, dan melarang diskriminasi berdasarkan gender, termasuk untuk menetapkan peraturan yang melarang praktek-praktek tradisional yang berbahaya seperti kawin paksa, kawin usia muda pada anak perempuan, kehamilan pada usia anak dan praktek-praktek yang merugikan kesehatan anak, Komite Hak Anak PBB juga beranggapan bahwa kedewasaan anak perempuan tidak hanya dilihat dari pertumbuhan fisik, sementara pertumbuhan mental dan sosial belum matang, dan bahwa berdasarkan kriteria tersebut para anak perempuan yang telah dianggap dewasa dimuka hukum untuk menikah, mengingkari perlindungan yang dijamin oleh Konvensi Hak Anak /ICRC. Dengan juga mempertimbangkan Konvensi Internasional tentang Penduduk dan Pembangunan yang diselenggarakan di Kairo pada September 1994, mendorong pemerintah untuk meninggikan batas usia minumum (19 tahun) untuk menikah bagi anak-anak perempuan.

Bahwa berdasarkan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2005, bahwa praktek-praktek budaya, tradisi dan ajaran agama tidak boleh dipergunakan untuk merendahkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia, termasuk melakukan perbuatan diskriminasi terhadap perempuan yang merendahkan harkat dan martabat peempuan sebagai manusia, maka kami bermaksud meminta kepada beberapa pihak untuk mengambil tindakan-tindakan sebagai berikut :

1. Jaksa Agung RI cq. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah cq. Kepala Kejaksaan Negeri Ambarawa untuk segera mengabulkan mengabulkan perpanjangan pernahanan yang telah diajukan oleh Polwiltabes Semarang terhadap Pudjiono, semata-mata untuk memperlancar proses penyidikan, karena selama ini yang bersangkutan telah melakukan upaya-upaya untuk menghalang-halangi proses penyidikan dan dengan kedudukannya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Jannah dan pimpinan PT Sinar Landoh Silencer diduga telah memberikan perintah untuk menghalangi penyidik untuk meminta keterangan LU dan menyerang penyidik pada saat melakukan penangkapan kembali terhadap Pudjiono.

2. Kapolri cq. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah cq. Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang untuk tetap melanjutkan proses huku terhadap Pudjiono selaku pelaku yang diduga melakukan pernikahan terhadap anak dan Suroso selaku orang tua LU yang telah mengijinkan dan membantu terjadinya pernikahan terhadap anak.

3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia cq. Komisi Perlindungan Anak Jawa Tengah, sebagai Lembaga Negara yang sah berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk melakukan upaya-upaya advokasi yang berkaitan dengan perlindungan anak dalam hal ini LU dengan cara penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, selama berjalannya proses hukum.

4. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini serta melakukan investigasi, penyelidikan dan penyidikan secara independen, hal ini sesuai dengan kewenangan KOMNAS HAM yang dimandatkan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, karena pada saat proses penanganan perkara tersebut sejumlah aktifis LSM yang konsern mendukung agar proses hukum Pudjiono segera dilanjutkan mengalami ancaman dan intimidasi berupa tuntutan hukum dari pengacara Pudjiono dan terakhir mengalami penyerangan dari santri dan karyawan yang diperintah Pudjiono, pada saat kejadian tanggal 14 Juli 2009 di rumah Pudjiono tersebut diatas.

5. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) memberikan rekomendasi ke KAPOLRI, KEJAKSAAN AGUNG dan MAHKAMAH AGUNG agar ketiga Institusi tersebut mengeluarkan surat edaran untuk institusi di bawahnya supaya memprioritaskan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dan menindak tegas pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk kasus pernikahan terhadap anak yang dialami LU.

6. Segenap elemen masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya pemantauan yang kritis selama proses hukum berjalan, serta membantu dengan melakukan upaya-upaya untuk membantu selama proses hukum berlangsung, demi kepentingan terbaik bagi anak berdasarkan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.


Demikian Surat Terbuka ini kami sampaikan.

Semarang, 17 Juli 2009
Hormat Kami,



Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jawa Tengah

1 komentar

Anonim mengatakan... @ 12 Juli 2010 pukul 08.33

LRC-KJHAM Semarang yang terhormat,
Saya adalah Christian Luly, staf di Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) KAM dengan alamat: Jl. Kimaam No.2 Merauke 99602 Papua, telp: 0971 326614, email: skp_kam@yahoo.com.
Saya ingin meminta bantuan untuk teman saya yang sekarang tinggal di Semarang. Ia berkeinginan meminta bantuan konsultasi tentang perlindungan anak. Saya percaya LRC-KJHAM Semarang dapat memberikan bantuan konsultasi. Untuk itu kalau memang bisa saya meminta konfirmasi kesediaan dari LRC-KJHAM Semarang.
Terima kasih sebelumnya.
Untuk konfirmasi dapat menghubungi saya di alamat SKP KAM atau alamat email saya lorens.skpkam@rocketmail.com

Terima Kasih,
Chr. Luly

Posting Komentar

Silakan berkomentar di blog LRC-KJHAM Semarang