| 18 komentar ]

PROSEDUR dan HAK PEREMPUAN dalam PERCERAIAN
Anda Perlu Tahu

Fakta pendampingan mengatakan bahwa penyebab terbesar dari perceraian disebabkan karena adanya kasus kekerasan yang dialami perempuan, diantara adalah,
Adanya kekerasan fisik seperti pemukulan,
Adanya kekerasan psikis seperti dikata-katai, dituduh selingkuh, suami selingkuh
Adanya kekerasan seksual, seperti pemaksaan hubungan seksual, melakukan hubungan seksual secara tidak wajar, dipaksa untuk menggugurkan kandungan secara tidak aman
Adanya penelantaran, seperti tidak dinafkahi, adanya eksploitasi ekonomi,

Dalam fakta pendampingan, tidak selalu mudah bagi perempuan korban kekerasan untuk mengambil pilihan bercerai, alasan ini didasari atas pertimbangan-pertimbangan berikut ini
Adanya factor ketergantungan ekonomi terhadap suami karena korban tidak bekerja
Merasa kasihan terhadap pelaku, atau masih ada perasaan cinta
Pertimbangan terhadap keberadaan anak
Disalahkan keluarga dan masyarakat yang masih menempatkan perempuan subordinat.

Pengertian Perkawinan
Berdasarkan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, definisi dari perkawinan disebutkan sebagai berikut : “ Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa”. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa tujuan dari perkawinan adalah membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal yang dibentuk atas dasar kesepakatan. Dan kesepakatan tersebut dapat berubah akibat kematian, putusan pengadilan, dan perceraian.

Alasan-alasan Perceraian ( Menurut Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga),
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan ;
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin tanpa izin pihak lain dan tanpa alas an yang syah atau karena hal lain diluar kemampuannya ;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 ( lima ) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung ;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
5. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Siapa saja yang dapat mengajukan gugatan perceraian ?
Gugatan perceraian dapat diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hokum-nya meliputi tempat kediaman tergugat (pasal 20 PP nomor 9 tahun 1975). Sedang bagi mereka Islam, perceraian dapat diajukan oleh istri kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman / wilayah Penggugat, kecuali Penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin Tergugat (Pasal 3 UU nomor 7 Tahun 1989).

Tata Cara Mengajukan Gugatan Perceraian
1. Istri ( sebagai penggugat ) membuat surat gugatan perceraian disertai dengan alasan-alasannya sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975. Surat gugatan didaftarkan ke Pengadilan Agama di wilayah tempat kediaman Penggugat (bagi yang beragama Islam). Atau bagi mereka yang beragama selain Islam, diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah tempat kediaman Tergugat (suami)
2. Gugatan perceraian biasanya dilampiri dengan :
a. Buku Nikah / Akta perkawinan asli dengan 1 lembar fotocopynya yang telah dibubuhi materai (Rp 6.000,-) dan disahkan di kantor pos.
b. Foto copy akta kelahiran anak (bila sudah memiliki anak), dibubuhi materai dan dilegalisasi di kantor pos.
c. Surat keterangan dari RT/RW yang di sahkan oleh Kepala Desa/Lurah, sampai kecamatan.
d. Surat ijin dari atasan (bagi PNS/TNI/POLRI/BUMN)
e. Biaya Panjar Perkara yang berkisar ± Rp. 500.000- Rp. 600.000,-
3. Dalam setiap sidang perceraian, baik penggugat, tergugat ataupun kuasa akan dipanggil untuk mengahadiri sidang tersebut.
4. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam jangka waktu 30 hari setelah diterimanya berkas/gugatan perceraian.
5. Selama perkara belum diputuskan, dilakukan usaha perdamaian pada setiap sidang pemeriksaan.
6. Suatu perceraian dapat dianggap terjadi beserta akibat-akibatnya, sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat , kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung jatuhnya Putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Hak-hak istri dalam Perceraian

1. Selama berlangsungnya gugatan, perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat, pengadilan dapat mengizinkan suami isteri untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
2. selama berlangsungnya gugatan, perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat , pengadilan dapat menentukan ; Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami, Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak, Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri
3. Hak atas Nafkah
Dalam PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, mengatur hak isteri dalam perceraian, yakni apabila suami (penggugat) adalah PNS maka isteri akan mendapatkan sebagian gaji dari PNS pria untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anak, dengan pemagian gaji sebagai berikut sepertiga untuk PNS Pria (penggugat), sepertiga untuk bekas anak dan sepertiga untuk anak-anaknya. Namun apabila selama berlangsungnya perkawinan tersebut tidak ada anak, maka bagian gaji yang wajib diserahkan oleh PNS pria (penggugat) kepada bekas isterinya adalah setengah dari gajinya. Aturan ini tidak berlaku apabila isteri yang menjadi pihak untuk mengajukan perceraian.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pasal 213, mengatakan bahwa istri berhak menuntut tunjangan nafkah, yang mana setelah ditentukan oleh Hakim, harus dibayar oleh suami kepadanya selama perkara berjalan.
Bagi yang beragama islam, sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam bekas isteri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali bila ia nusyuz, Mut’tah yang besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami
Berdasarkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, bahwa Hak atas pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Akan tetapi pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya; sementara biaya pemeliharaan oleh ayahnya.
4. Hak atas Harta Bersama,
a. Pasal 128 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Setelah berakhirnya perkawinan maka harta bersama ( dapat berupa benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga) dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para akhli waris dari masing-masing, dengan tidak memperdulikan persoalan, darimana harta/barang-barang tersebut diperolehnya.
b. Inpres RI No.1 Tahun 1991 (Kompilasi Hukum Islam), Pasal 97 :
Janda atau Duda cerai hidup masing-masing berhak sperdua (1/2) dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perkawinan.

18 komentar

hendro mengatakan... @ 10 Mei 2009 pukul 16.17

kalau seorang suami digugat cerai oleh istrinya yang bekerja sebagai PNS, trus apa hak2 dari suami? dan prosedurnya bagaimana?

LRC-KJHAM mengatakan... @ 11 Mei 2009 pukul 10.07

Mas agar bisa lebih jelas bisa dibaca di PP No. 10 Tahun 1983 dan perubahannya di PP No. 45 Tahun 1990ya .... disitu terdapat hak suami yang diceraikan istrinya gak ???? hehehe.
dalam hal ini , kenapa harus istri yang harus mendapatkan nafkah dan hak-haknya, hal ini berkaitan dengan sistem budaya patriarkhi yang masih berkembang di masyarakat kita.

Irene yang imoet

Anonim mengatakan... @ 24 Agustus 2009 pukul 16.52

gimana hak saya sebagai suami yang di ceraikan istri ,secara sepihak karena saya tidak pernah mendapatkan surat pemberitahuan apapun dari pengadilan agama??mohon bantuanny apaah perceraian saya syah???

Anonim mengatakan... @ 13 Oktober 2009 pukul 13.40

Mohon keterangannya, bgmn apabila suami saya seorang anggota Polri tidak menafkahi & telah meninggalkan rmh 1 thn krn ada WIL.Apakah saya berhak atas pembagian gaji jk saya yang mengajukan gugatan, krn slm ini saya digantung tanpa tali dgn alasan beliau dia tdk bisa mengajukan kepengadilan/susah dapat izin dari atasan. Kami sdh berulang kali dimediasi dan beliau diminta bertanggung jwb pd klrg ttp baiknya hanya pd saat didpn atasan, pelaksanaannya tdk prnh terlaksana. Mohon sarannya krn bgmn pun saya punya anak, tdk mungkin sy melepaskan tanggung jwbnya bgt sj. Trims

perempuan madani mengatakan... @ 14 Oktober 2009 pukul 09.51

terimakasih atas kepercayaan ibu bertanya pada kami.
apakah saat ini ibu berdomilisi di daerah jawa tengah khususnya di kota semarang.
kalau ibu ada di kota semarang bisa ke kami di
Jl. Panda Barat III No. 1
untuk konsultasi lebih lanjut.
dan langkah apa yang bisa ibu ambil ke depan.
kalau biasanya perempuan yang mengajukan perceraian hak-haknya berbeda dengan laki-laki yang mengajukan perceraian ke pengadilan.
banyak hak-hak yang hilang apabila istri yang mengajukan perceraian.
untuk diskusi lebih lanjut ibu bisa ke kantor kami ya bu...
terimakasih.
salam hangat.
lrc-kjham

Anonim mengatakan... @ 16 Oktober 2009 pukul 12.09

Terimakasih ats jwbn n kepedulian Bpk/Ibu membls email saya, tp sayang skl sy berdomisili di luar jawa, sehingga sy tdk bisa berkonsultasi lbh lanjut pada alamat yg tlh diberikan. Sebaiknya langkah apa yg sebaiknya saya ambil bu...? Saya sdh ke Polda untuk membuat laporan tertulis tetapi apakah saya bisa mendapatkan hak saya dan anaknya saya tanpa hrs kepengadilan ? krn diPolda hanya memberikan hukuman disiplin dan pembagian hak kami menurut menurut beliau lebih tepat di pengadilan. saya jadi bingung...jika saya gugat banyak hak saya yang gugur tp jk saya hanya menunggu tidak ada titik terang. Apa yg sebaiknya saya lakukan ya bu...Terimakasih

perempuan madani mengatakan... @ 18 Oktober 2009 pukul 11.57

iya bu sama-sama, terimakasih atas kepercayaan ibu, kalau boleh kami tahu ibu sekarang berdomisili dimana, mungkin nanti kami bisa mencarikan lembaga bantuan hukum atau wcc yang mungkin bisa membantu ibu. memang posisi ibu sulit, tetapi semua itu kembali pada ibu, apakah pilihan ibu menunggu suami yang mengajukan gugatan cerai atau ibu menunggu dan mendapatkan pembagian dari kantor itu harus di diskusikan lebih lanjut, semoga di kota ibu nanti ada yang bisa kami rekomendasikan. begitu ya bu, sementara ini dulu, terimakasih

salam hangat
anny

parjo mengatakan... @ 2 November 2009 pukul 15.57

Saya tinggal di Semarang Utara, apakah disana ada lembaga yang sama dengan KJHAM ???
Saya bermaksud untuk melaporkan kasus penerlantaran anak, dan minta untuk difasilitasi mediasi dengan keluarga, tp saya tidak mau melibatkan polisi karena takut berbelit-belit dan tidak selesai.
terima kasih

perempuan madani mengatakan... @ 2 November 2009 pukul 18.06

Terimakasih pak atas kepercayaan bapak.
di semarang utara ada pak lembaga yang sama dengan kjham.
namanya PPT Griya Perempuan Kecamatan Semarang Utara.
kantornya ada di Kelurahan Bandarharjo di rumah dinasnya.
Di rumah dinas lurah bandarharjo
di Jl. Bandarharjo Timur No. 17

Terimakasih
Salam
Anny

Budi mengatakan... @ 26 Desember 2009 pukul 11.01

Yth ibu Anny,

salah satu saudara saya sering mengalami kekerasan yg parah oleh suaminya dan tdk pernah memberi nafkah kpd kedua anaknya. namun untuk suami tetap bersekukuh untuk tdk mau cerai. Bahkan mengancam akan melakukan kekerasan jika si istri menggugat cerai.
Pertanyaan saya:

1. jika perceraian dilakukan sepihak, apakah sah?

2. apakah ada lembaga pendamping untuk perempuan yg mengalami trauma dan KDRT?

Terimakasih.

perempuan madani mengatakan... @ 19 Januari 2010 pukul 11.52

terimakasih atas kepercayaan bapak/ ibu.
saat ini saudaranya sedang berdomisili di kota mana?
perceraian yang dilakukan sepihak itu sah, salah satu pihak mengajukan gugatan cerai untuk perempuan dan cerai talak untuk laki-laki, jika beragama islam ke pengadilan agama di tempat masing-masing, kalau non muslim di pengadilan negeri.
dapat mengajukan gugatan cerai ke pengadilan yang dimaksud dengan ketentuan sarat seperti surat nikah istri/ suami, ktp dan kk, kalau sudah punya anak pakai akte kelahiran anak.
yang mengajukan gugatan disebut penggugat dimana saat proses persidangan harus dapat mengajukan minimal 2 saksi yang mengetahui kondisi rumah tangga penggugat dan tergugat.
jika keberadaan tergugat (orang yang mau dicerai) tidak diketahui alamat bisa di dhoifkan/ ditiadakan.
hakim nanti akan mengajukan putusan vrestek atau putusan tanpa hadirnya tergugat dan itu sah.
kalau saat ini bapak/ ibu berada di kota semarang bapak bisa ke 4 PPT yang ada di kota semarang,
jadi kita nanti akan mencarikan lembaga dimana bapak/ibu saudara berdomisili.

terimakasih
salam
Anny

Anonim mengatakan... @ 29 Januari 2010 pukul 18.08

yth ibu anny..

saya tingal di SMG barat..saya menggugat suami di PN karna dulu saya bragama katholik..n skr saya beragama islam..itu bagaimana dengan hak asuh anak...
apakah saya bs konsultasi dgn ibu secara langsung???
mohonn informasinya

terima kasih bu

Anonim mengatakan... @ 18 Februari 2010 pukul 11.49

yth ibu anny, saya hendak mengajukan gugatan cerai kepada suami saya, kami tgl di semarang, apakah saya bisa konsultasi mengenai masalah ini karena terus terang untuk menyewa jasa pengacara sepertinya mahal sekali, sedangkan saya tidak memiliki uang sebanyak itu dan apakah juga dikenai bayaran? terima kasih

LRC-KJHAM mengatakan... @ 1 Maret 2010 pukul 13.24

Terima kasih atas kepercayaan ibu.
untuk ibu yang beralamat di Semarang Barat. perlu ibu ketahui bahwa di Semarang Barat ada PPT Cahaya Kasih, adapun PPT tersebut berkantor di Kecamatan Semarang Barat di Jl. Ronggolaw no 2. atau ibu bisa ke Kantor Kami untuk konsultasi lebih lanjut. datang saja langsung ke Jl. Panda Barat III No. 1 Semarang
Terima kasih

Salam
Anny

LRC-KJHAM mengatakan... @ 1 Maret 2010 pukul 13.25

terimakasih bu...
saat ini ibu beralamat di mana
di semarang bagian mana
bisa langsung ke kantor LRC-KJHAM Semarang di Jl. Panda Barat III No. 1 Semarang atau melalui telpon di No. 024-6723083 dan hotline 024-70558000

Anonim mengatakan... @ 28 Oktober 2010 pukul 09.48

SELAMAT SIANG BU ANY YNG SANGAT CINTAI....
SAYA KORBAN KEKERASAN DALAM PACARAN,APAKAH BISA SAYA MENGGUGAT PACAR SAYA KARENA TELAH MELAKUKAN PELECEHAN SEKSUAL??TOLONG SAYA BU....SAYA TERSISA LAHIR BATIN...

Anonim mengatakan... @ 29 Oktober 2010 pukul 10.11

Terimakasih atas kepercayaan mbak.
boleh saya tahu saat ini mbak berada di kota mana
kalau di semarang, kalau bisa meluangkan waktu mampir ke kantor nanti bisa kita diskusikan bersama. atau kalau bisa mbak kirimkan kronologis yang mbak alami ke alamat email kantor kami di
lrc_kjham2004@yahoo.com
kami akan senang hati membantu mbak sebisa kami
yang penting tetap semangat ya mbak
pasti ada jalan atas semua yang mbak hadapi dan semoga ke depan akan lebih baik
terus optimis dalam menjalani hidup ini ok mbak

salam hangat
Anny

Anonim mengatakan... @ 14 Maret 2012 pukul 05.49

Saya mohon klarifikasi tentang pemberitaan berikut [di bawah]. Jika benar, saya sangat prihatin. Sayangnya ketika saya share berita ini di forum komunikasi dosen di kampusku, banyak denial. Ini diantara komentar negatif, yang mungkin saya mohon bantuan untuk klarifikasi lebih lanjut ttg isi berita tsb:

"LSM jender itu jualan proposal alias ngemis. Barang daganganya memburuk-burukkan perempuan Muslim.

Saran kepada admin, hapus postingan ini sebelum ada yang menggugat ikut menyebarkan fitnah. Atau dosa menyebarkan fitnah."

http://www.solopos.com/2012/channel/jateng/seratusan-santri-jadi-korban-kekerasan-seksual-di-ponpes-168890

Posting Komentar

Silakan berkomentar di blog LRC-KJHAM Semarang