| 0 komentar ]

I. Latar Belakang
Berdasarkan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) Pasal 16, bahwa Negara-negara Peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam semua urusan yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan, untuk itu menjamin: Hak yang sama untuk memasuki jenjang perkawinan, Hak yang sama untuk memilih suami secara bebas dan untuk memasuki jenjang perkawinan hanya dengan persetujuan yang bebas dan sepenuhnya. Kemudian pada Ayat 2, bahwa Pertunangan dan perkawinan seorang anak-anak tidak boleh memiliki akibat hukum, dan harus diambil semua tindakan yang diperlukan, termasuk perundang-perundangan untuk menetapkan batas usia perkawinan, dan untuk mendaftarkan perkawinan pada kantor catatan sipil yang resmi.

Bahwa CEDAW merupakan instrument pokok Hak Asasi Manusia yang seharusnya dijadikan sebagai kerangka acuan dalam pelaksanaan perlindungan Hak Asasi Perempuan di Indonesia. Hal ini sebagai kewajiban mutlak sebuah negara yang telah meratifikasi dan menjadikannya sebagai hukum nasional karena telah mengesahkannya melalui UU No. 7 Tahun 1984.

Selain CEDAW instrumen lain yang sama pentingnya, yakni Rekomendasi Umum No. 21 tentang Kesetaraan dalam Perkawinan dan Hubungan Keluarga, khususnya pada Point 14, pelarangan dan pencegahan terhadap Perkawinan poligami karena bertentangan dengan hak perempuan untuk setara dengan laki-laki, dan dapat mengakibatkan konsekuensi emosional dan finansial yang serius bagi perempuan dan anak-anaknya. Dilanjutkan pada Point 17 terkait pelarangan kawin siri karena berdampak pada pembatasan hak-haknya untuk memiliki status dan tanggung jawab yang setara dalam perkawinan. Kemudian pada point 36, bahwa usia minimum untuk perkawinan adalah 18 tahun untuk laki-laki dan perempuan, untuk itu perkawinan harus dilarang sebelum mereka mencapai usia dewasa sepenuhnya dan kemampuan untuk bertindak. Dari sisi kesehatan, menurut WHO, bahwa perkawinan pada perempuan yang masih usia anak dan melahirkan, berdampak buruk pada kesehatan dan pendidikannya.

Berdasarkan hal tersebut pada Komentar akhir Comite CEDAW PBB tahun 2007 meminta dengan segera agar Indonesia mengamandemen UU No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan menerapkan strategi yang efektif dengan prioritas dan jadwal waktu yang jelas untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam perkawinan dan hubungan keluarga.

Bahwa perkawinan siri ataupun perkawinan sah secara agama serta poligami, pada realitasnya hanya menyisakan kesengsaraan pada perempuan dan anak-anak yang dilahirkan. LRC-KJHAM sendiri menangani 12 kasus perkawinan siri dan perkawinan poligami yang korbannya tidak mendapatkan perlindungan hukum dan anak yang dilahirkan pun tidak memiliki status terhadap bapak biologisnya. Walaupun UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) sudah disahkan akan tetapi apa bila terjadi kekerasan fisik, psikhis, seksual dan ekonomi maka UU tersebut tidak dapat digunakan, karena mensyaratkan ada bukti yang menunjukkan relasi suami isteri, yaitu surat nikah resmi yang dikeluarkan Catatan Sipil ataupun dari Kantor Urusan Agama (KUA).

Guna merealisasikan Hak Asasi Perempuan di Indonesia, pemerintah sebagai pemegang mandate wajib melakukan upaya konkrit dalam bentuk penyediaan aturan perundang-undangan, penyusunan program dan anggaran untuk mempercepat pencapaian pemenuhan Hak Asasi Perempuan secara efektif dan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh perempuan. Bahwa negara yang bermartabat adalah negara yang menghormati, melindungi, mempromosikan dan memenuhi HAM warga negaranya, untuk itu dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional pada tanggal 8 Maret ini, merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk mengkaji dan mendukung pembahasan RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan, guna terwujudnya UU yang menghormati Hak Asasi Manusia, khususnya Hak Asasi Perempuan.

II. Tujuan Kegiatan
1. Mensosialisasikan draft RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan
2. Mempromosikan Hak Asasi Perempuan dalam Hubungan Perkawinan dan Keluarga sesuai yang dimandatkan UU No. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)
3. Menggali implikasi RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan terhadap perlindungan perempuan dan anak
4. Menggali masukan-masukan dari berbagai kelompok kepentingan terhadap Draft RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan guna terwujudnya UU yang berperspektif jender

III. Hasil Yang Diharapkan
1. Tersosialisasinya Draft RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan
2. Tersampaikannya Hak Asasi Perempuan dalam perkawinan dan hubungan keluarga
3. Teridentifikasinya implikasi RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan
4. Adanya masukan-masukan dari berbagai kelompok kepentingan terhadap RUU Perkawinan agar terwujudnya UU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang berperspektif jender

IV. Waktu Dan Tempat
Hari : Senin
Tanggal : 8 Maret 2010
Tempat : Ruang Sidang Magister Ilmu Hukum
Jl. Hayam Wuruk No. 5 Semarang

V. Susunan Acara
Adapun susunan acara terlampir .


VI. Peserta
Diskusi Publik ini akan diikuti 100 peserta dari unsur Perempuan Korban, NGO’s, ORMAS, Organisasi Kemasyarakatan, Eksekutif, Legislatif, Aparat Penegak Hukum, dan Akademisi, serta Anggota Lingkar Belajar CEDAW.

VII. Narasumber
1. LRC-KJHAM ”Pengalaman Advokasi Kasus Perkawinan Siri dan Poligami di Jawa Tengah”
2. Anggota DPRD Jawa Tengah ”RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan, Kontribusinya dalam Perlindungan Hak-hak Perempuan”
3. Akademisi ”Aspek pemidanaan di dalam RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan, Implikasinya terhadap perlindungan”
4. KOMNAS Perempuan ”Pandangan Komnas Perempuan terhadap Intervensi Negara dalam Perkawinan Berdasarkan Pengalaman Advokasi Kasus”

Moderator : Prof. Agnes Widanti

VIII. Penutup
Demikian Term of Reference (TOR) ini kami sampaikan, dengan harapan dengan terselenggarakannya Diskusi Publik ini, maka hak-hak perempuan dalam Perkawinan dan Kesetaraan dalam Keluarga dapat terlindungi.


JADWAL ACARA

No. Waktu Acara Penanggung Jawab
1 08.00-09.00 Registrasi peserta Panitia
2 09.00-09.15 Sambutan LRC-KJHAM Direktur LRC-KJHAM
3 09.15-09.30 Pembukaan Wakil Gubernur Jawa Tengah Ibu Rustriningsih
4 09.30-09.45 LRC-KJHAM : ”Pengalaman Advokasi Kasus
Perkawinan Siri dan Poligami
di Jawa Tengah” MODERATOR
5 09.45-10.00 Komisi A DPRD Jawa Tengah :
”RUU Hukum Materiil Peradilan
Agama Bidang Perkawinan,
Kontribusinya dalam Perlindungan
Hak-hak Perempuan” MODERATOR
6 10.00-10.15 KOMNAS Perempuan : ”Pandangan
Komnas Perempuan terhadap
Intervensi Negara dalam
Perkawinan Berdasarkan
Pengalaman Advokasi Kasus” MODERATOR
7 10.15-10.30 Akademisi: ”Aspek pemidanaan
di dalam RUU Hukum Materiil
Peradilan Agama Bidang Perkawinan
Implikasinya terhadap perlindungan” MODERATOR
8 10.30-13.00 DISKUSI MODERATOR
9 13.00-13.30 Perumusan masukan-masukan guna
penajaman RUU MODERATOR

0 komentar

Posting Komentar

Silakan berkomentar di blog LRC-KJHAM Semarang