Jenis Kekerasan yang dialami perempuan pada tahun 2009
Perkosaan : 210 kasus 232 korban 338 pelaku 5 korban meninggal
kdrt : 149 kasus 149 korban 149 pelaku 16 korban meninggal
pelecehan seksual dan pencabulan : 16 kasus 21 korban 22 pelaku
kekerasan dalam pacaran : 101 korban 119 pelaku 119 korban meninggal 13
eksploitasi terhadap perempuan prostitute : 71 kasus 434 korban 95 pelaku 3 korban meninggal
Eksplotasi terhadap pekerja migran perempuan : 44 kasus 77 korban 18 pelaku 14 korban meninggal
traffiking : 23 kasus 59 korban 54 pelaku
total kasus selama tahun 2008 614 kasus. 1091 korban. 778 pelaku. 48 korban meninggal
Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun (DUHAM)
FAKTA HAK PEREMPUAN YANG DILANGGAR
Instrumen HAM Internasional
- CEDAW
- Deklarasi Penghapusan KtP
- Rekomendasi Umum No.19 PBB
- Konvensi Hak Sipil dan Politik UU No. 12 tahun 2005
- Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya UU No. 11 tahun 2005
- Resolusi PBB No. 21
- Protocol Palermo: untuk Mencegah, Membasmi, dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak-anak
Hukum Positif
- UUD 1945 Amandemen
- UU NO. 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Hak Sipil Politik
- UU No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya
- UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
- UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT
- UU No. 39 Tahun 2004 Tentang PPTKILN
- UU No. 13 Tahun 2006 Tentang LPSK
- UU No. 21 TAhun 2007 Tentang PTPPO
Kewajiban Negara Yang Diabaikan
- Mempromosikan dan memajukan HAM
- Memenuhi
- Melindungi
Pasal 2 CEDAW
Negara-negara Peserta mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam semua bentuknya, bersepakat untuk mengejar dengan semua sarana yang tepat tanpa ditunda-tunda suatu kebijakan menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dan untuk tujuan ini, berusaha:
- Mencantumkan asas persamaan laki-laki dan perempuan ke dalam konstitusi-konstitusi nasional mereka atau perundang-undangan lain yang tepat bila belum dimasukkan ke dalamnya dan menjamin, melalui hukum dan sarana-sarana lain yang tepat, realisasi praktis dari asas ini;
- Membuat peraturan perundang-undnagan yang tepat dan peraturan-peraturan lainnya, termasuk sanksi-sanksi melarang segala diskriminasi terhadap perempuan;
- Menegakkan perlindungan hokum terhadap hak-hak perempuan atas dasar yang sama dengan kaum laki-laki dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang kempeten;
- Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap perempuan dan menjamin bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai kewajibannya tersebut;
- Membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan oleh setiap orang, organisasi atau perusahaan;
- Membuat peraturan-peraturan yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang, untuk mengubah dan menghapus undang-undang, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan, dan praktek-praktek yang diskriminatif terhadap perempuan;
- Mencabut semua ketentuan hukum nasional vang merupakan diskriminasi terhadap perempuan.
Indikator kegagalan
Suatu Negara Peserta akan dianggap melanggar
Kovenan, antara lain, apabila:
- Gagal mengambil langkah seperti yang disyaratkan oleh Kovenan;(langkah-langkah kearah itu harus diambil dalam waktu yang tidak lama setelah Kovenan berlaku bagi Negara Peserta bersangkutan. Langkah-langkah tersebut haruslah dilakukan secara terencana, konkrit dan diarahkan kepada sasaran-sasaran yang dirumuskan sejelas mungkin dalam rangka memenuhi kewajiban-kewajiban Kovenan)
- Gagal menyingkirkan dengan segera hambatan-hambatan dimana ia diwajibkan untuk menyingkirkannya agar pemenuhan hak bisa segera dilaksanakan;
- Gagal untuk mengimplementasikan segera hak yang oleh Kovenan dianggap perlu segera direalisasikan
- Dengan sengaja tidak mencapai standar pemenuhan internasional yang pada umumnya bisa diterima secara internasional, padahal ia punya daya untuk mencapainya;
- Menerapkan pembatasan atas hak yang diakui oleh Kovenan dengan alasan yang tidak sesuai seperti yang diatur oleh Kovenan;
- Sengaja menghambat atau menghentikan realisasi bertahap atas suatu hak, kecuali hal itu dilakukan dengan pembatasan yang sesuai dengan ketentuan Kovenan atau jika hal itu dilakukan karena keterbatasan sumberdaya yang tersedia atau berhubung suatu force majeur;
- Gagal menyampaikan laporan sebagaimana ditentukan oleh Kovenan.
Dalam penegakan HAP (Hak Asasi Perempuan) sudah seharusnya mengacu pada pendekatan berbasis hak (right based approach) dengan menekankan beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut;
- Equality, HAP harus dimiliki secara sama oleh setiap perempuan dari segala lapisan.
- Indivisibility, suatu hak tidak dapat dialihkan oleh hak-hak yang lain, namun dapat dilakukan dengan membuat prioritas-prioritas.
- Standart perform, pendekatan hak biasanya melibatkan target-target jumlah dan ada usaha-usaha untuk memonitor capaian, sebagai misal, UN Conference telah membuat terget-target khusus yang kemudian dikonsolidasikan sebagai UN MDG's
- Participation, pendekatan hak tidak hanya bicara soal pemenuhan hak itu, tapi juga jalan bagaimana pemenuhan hak itu dicapai. Masyarakat harus bisa berpartisipasi secara penuh dalam menentukan hak-hak dan menentukan prioritas-prtioritas.
- Empowerment; orang yang dapat meminta hak-haknya akan merasa lebih pada posisi yang power full dan biasanya lebih asertif.
- Akuntabilitas, harus ada mekanisme dan institusi yang mengatur soal akuntabilitas ini, terutama untuk membuktikan janji-janji pemerintah itu dalam usaha pemenuhan hak-hak perempuan
Rekomendasi
Pemerintah
- Deklarasi Universal digunaannya sebagai standar untuk memantau perlindungan hak asasi manusia oleh pemerintah. Caranya: Menilai sejauh mana isi DUHAM dan Konvenan mendasari RPJP dan RPJM dalam setiap tahunnya
- Segera Amandemen UU yang diskriminatif
- Sinkronisasi UU beserta kebijakan lain di bawahnya
- Membuat indikator keterpenuhan hak asasi perempuan
- Melakukan evaluasi atas implementasi UU No. 7 tahun 1984 dan UU yang relevan lainnya
- Mengalokasikan anggaran pemulihan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan di APBN dan APBD
APH
- Menggunakan UU PKDRT sebagai landasan untuk menuntut pelaku KDRT secara hokum
- Menuntut dan memutus maksimal bagi setiap pelaku KDRT (memenuhi rasa keadilan bagi korban)
Masyarakat/indivdu
- Mengubah budaya patriarki dengan cara merekonstruksi cara berfikir yang patriakh
- Tidak menjadikan budaya permisif sebagai alas an pembenar dilakukannya KDRT
[13.04
|
0
komentar
]
0 komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar di blog LRC-KJHAM Semarang