| 0 komentar ]

Tanggal 30 Juli 2009 LRC-KJHAM semarang mengadakan acara Launching Buku 10 Tahun bekerja dengan Cedaw dan diskusi Refleksi 25 tahun Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Acara di buka oleh Prasetyo Ariwibowo, SH dari Biro Hukum Propinsi Jawa Tengah Mewakili Gurbernur Jawa Tengah Bapak H.Bibit Waluyo, dan membacakan sambutan dari Gurbernur Jawa Tengah yang menjelaskan bahwa Hak-hak warga negara sudah tercantum dan di atur dalam konstitusi negara, UUD 1945. Namun demikian dari berbagai indicator kualitas hidup manusia, seperti pendidikan dan Sumber daya ekonomi, negara belum sepenuhnya dapat memenuhi hak setiap warga negaranya.

Kemudian adanya Gender mainstreaming merupakan strstegi untuk memasukkan isu-isu gender ke dalam rancangan dengan tujuan terciptanya kesetaraan gender di setiap lini kehidupan. Maka dengan adanya moment ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengharapkan akan menghasilkan rekomendasi yang aplikatif untuk mempercepat pemenuhan Hal Asasi Perempuan di Jawa Tengah.


Dilanjutkan dengan pemaparan dari narasumber dan diskusi yang di pandu oleh moderator, Prof.Dr.Agnes Widanti, SH. Mhum.

Dalam diskusi kali ini Ibu Sjamsiah Ahmad dari Komnas Perempuan mengangkat tema Refleksi 25 Tahun Pelaksanaan Konvensi CEDAW di Indonesia, Bapak Beni dari Bappeda Propinsi Jawa Tengah, Bapak Prasetyo Ariwibowo, SH dari Bappeda Jawa Tengah dan Ibu Evarisan dari LRC-KJHAM Semarang.

Dalam kesempatan ini Bapak Beni menuturkan bahwa upaya peningkatan kualitas perempuan di Jawa Tengah termaktub dalam visi dan misi dalam RPJMD. Dalam Gender Development Index (GDI) dan Gender Equity Movement (GEM) yang menjadi focus utama pembangunan adalah perempuan dan anak. Berdasarkan data statistic dalam perempuan di parlemen, perempuan pekerja professional, perempuan dalam angkatan kerja, upah perempuan pekerja non pertanian, perempuan dan pendidikan dikatakan bahwa tingkat partisipatif perempuan masih sangat rendah. Kebijakan pembangunan yang selama ini di laksanakan belum optimal. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah melakukan upaya pengintegrasian, kebijakan dan strategi serta program bagi terwujudnya peningkatan kualitas perempuan di Jawa Tengah.

Dilanjutkan dengan pemaparan dari anggota Komnas Perempuan, Ibu Sjamsiah Ahmad. Ibu Sjamsiah Ahmad mengatakan bahwa CEDAW sebagai kerangka pemberdayaan perempuan, dan untuk bisa membuat kerangka, harus terlebih dahulu paham CEDAW.

CEDAW sebagai instrument hukum merupakan perjanjian internasional tentang perempuan yang menetapkan persamaan antara perempuan dengan laki-laki dalam menikmati hak-hak sipil, ekonomi, sosial, dan budaya.
Dalam penerapannya, CEDAW menganut prinsip-prinsip antara lain:

1. Prinsip non-diskriminatif, termasuk di dalamnya tindakan khusus sementara, atau Temporary Special Measures dan berhenti manakala tujuan telah tercapai.

2. Prinsip persamaan substantive atau langkah-langkah untuk merealisasi hak-hak perempuan. Namun dikatakan bahwa pendekatan hukum formal dan program-program saja tidaklah cukup dan oleh Komite CEDAW di artikan sebagai persamaan substantive.
3. Prinsip kewajiban negara. Negara yang sudah meratifikasi konvensi wajib melakukan langkah-langkah aktif untuk menerapkan prinsip-prinsip persamaan antara laki-laki dan perempuan.

Kemudian refleksi dari Komnas Perempuan , di Jateng ada sekitar 154 perda yang mengkriminalisasi perempuan. Kebijakan yang diskriminatif lahir dari praktik pengarus utamaan demokrasi procedural, yang mengakibatkan krisis kualitas demokrasi. Kemudian kebijakan daerah yang diskriminatif dapat menyebabkan pengikisan kewibawaan dan kepastian hukum. System ketatanegaraan yang berlaku saat ini belum mampu mencegah persoalan yang ditimbulkan dari kebijakan pemerintah yang diskriminatif.

Harapannya negara harus mengakhiri pelembagaan diskriminasi, demikian pula kita semua. Khusus bagi perempuan, pelembagaan upaya penghapusan diskriminasi berlandaskan konvensi CEDAW oleh semua Badan-Badan Penyelenggara Negara: legislative, Eksekutif dan yudikatif maupun organisasi masyrakat sipil, profesi, keahlian, pengusaha dan lain-lain serta parpol, merupakan kewajiban negara sebagai konsekuensi kedudukan negara Indonesia seagai negara pihak dari konvensi CEDAW.

Narasumber Terakhir yang juga merupakan Direktur LRC-KJHAM , Evarisan SH.,MHum., dalam uraiannya mengatakan bahwa CEDAW mengatur secara detil Hak Asasi Manusia khususnya bagi perempuan. Namun banyak kita jumpai banyak orang yang belum paham dan tahu tenang konvensi ini. Ada 3 prinsip pemenuhan hak, yaitu to promote, to protect dan to respect.

Dalam kesimpulan dikatakan bahwa Hak Asasi Perempuan adalah Hak Asasi Manusia yang tidak boleh tersubordinasi oleh kultur maupun agama, dan pemenuhan hak ini harus segera dan tidak boleh di tunda-tunda.
Disampaikan juga beberapa rekomendasi diantaranya :
• Mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam semua bentuknya
• Mendorong negara menjalankan dengan segala cara yang tepat tanpa di tunda-tunda untuk merealisasikan hak asasi perempuan
• Menciptakan mekanisme yang efektif yang dapat di gunakan oleh perempuan untuk mendapatkan ganti rugi apabila hak mereka dilanggar.
• Ketiadaan hukum tidak dapat dijadikan alasan pembenar untuk tidak merealisasi hak, untuk itu negara harus mencari trobosan hukum dan menyediakan hukum yang melindungi dan menjamin hak
• Menegakkna hukum untuk kasus KBG termasuk kasus menikahi anak di bawah umur

Sri Sutarmi (Volunteer Advokasi Kebijakan LRC-KJHAM Semarang)



0 komentar

Posting Komentar

Silakan berkomentar di blog LRC-KJHAM Semarang