Press Release
Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM)
Jl. Panda Barat III No. 1 Semarang
023-6723083
lrc_kjham2004@yahoo.com
Hari Kartini tanggal 21 April diperingati dan dirayakan oleh segenap kelompok masyarakat dengan berbagai aktifitas. Semangat Kartini untuk memperjuangkan perempuan Indonesia agar bebas dari segala bentuk diskriminasi, telah mendapat tempatnya sendiri. Semangat ini pula yang telah mempelopori gerakan perempuan Indonesia untuk memperjuangkan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Walaupun dalam realitasnya kondisi perempuan secara sosial dan budaya berada dalam posisi inferior dan subordinat. Hal ini menjadikan perempuan rentan, serta minimnya akses perempuan untuk menikmati hak-hak dasarnya sebagai manusia.
Salah satu hak dasarnya adalah dalam memperoleh dan melanjutkan pendidikan. Dalam konteks budaya patriarkhi masih ada pandangan masyarakat yang mempersepsikan bahwa untuk memperoleh pendidikan sampai jenjang yang lebih tinggi akan diprioritaskan bagi anak laki-laki, karena dianggap laki-lakilah yang akan meneruskan kedudukan sosial keluarga di dalam masyarakat. Pandangan tersebut berdampak pada tingginya angka buta huruf pada perempuan. Kondisi ini diperparah oleh kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 yang hanya mengalokasikan anggaran pendidikan untuk perempuan sebesar 0,31% dari total anggaran + 1 trilyun.
Hak yang lain yang belum terpenuhi adalah hak atas kesehatan. Minimnya akses perempuan untuk mendapatkan layanan kesehatan yang memadai berdampak pada tingginya Angka Kematian Ibu, serta tingginya perempuan penderita penyakit yang berkaitan dengan organ reproduksinya.
Pada realitasnya pula bahwa perempuan belum terbebas dari segala bentuk kekerasan dan rasa takut. Berdasarkan pantauan LRC-KJHAM tahun 2008, ada 383 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan korban sebanyak 1017 dan korban yang meninggal sebanyak 39 orang. Dari data tersebut, bisa dilihat sampai saat ini kekerasan masih terus dialami oleh perempuan.
Untuk mengeliminir kesejangan tersebut di atas, Pemerintah RI telah mengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan melalui UU No. 7 Tahun 1984. Namun UU ini tidak serta merta memberikan perubahan terhadap kondisi perempuan. Bahkan Pemerintah sendiri masih belum mampu memberikan jaminan untuk penikmatan hak asasi perempuan, antara lain disahkannya Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang di dalam substansinya tidak mempertimbangkan fakta-fakta, posisi dan kondisi psikologi perempuan dalam masyarakat berkaitan dengan industri pornografi, yang di dalam muatan pasal-pasalnya justru menempatkan perempuan sebagai subyek yang mendorong maraknya industri pornografi, padahal faktanya posisi perempuan sebagai obyek yang dikorbankan industri pornografi. Kemudian keluarnya Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merugikan hak politik perempuan.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, LRC-KJHAM menuntut:
1. Penghapusan tindakan diskriminatif dalam segala kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk segala peraturan perundang-undangan yang diskriminatif (diantaranya UU Pornografi dan UU Perkawinan serta Keputusan MK mengenai Uji Materiil Undang-Undang Pemilu);
2. Adanya kurikulum pendidikan yang berpresfektif gender sejak pendidikan usia dini sampai dengan pendidikan tinggi;
3. Penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, termasuk penghapusan perkawinan terhadap anak perempuan serta poligami;
4. Pemenuhan 5% anggaran APBN dan APBD bagi pemajuan dan pemenuhan Hak Asasi Perempuan.
Semarang 21 April 2009
EVARISAN
Direktur
[13.00
|
0
komentar
]
0 komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar di blog LRC-KJHAM Semarang